Pentingnya Kebinekaan dan moderasi beragama
Oleh Hannan Nur'Azizah
Negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Dengan populasi mencapai 270.203.917 jiwa pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara berpendudukan terbesar ke-empat di dunia. Indonesia dimata dunia dikenal luas akan keanekaragamannya. Beragam suku bangsa, budaya, agama, ras dan bahasa saling berbaur jadi satu. Persatuan di tengah perbedaan ini lah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak dulu. Hal ini tercermin dalam semboyan bhineka tunggal ika. Perbedaan bukanlah menjadi penghalang bagi individu di Indonesia, melainkan perbedaanlah yang mempersatukan kita.
Kenyataan yang terjadi saat ini isu perpecahan kian marak menjadi fakor pemecah belah keutuhan suatu bangsa. Belakangan ini negeri kita tercinta di hantam berbagai permasalahan internal terutama tentang pertikaian antar umat beragama. Kurangnya sikap toleransi jadi pemicu utama rusaknya kerukunan antar umat beragama. Beragam tindakan negative mulai dari penyebaran isu intoleran, isu berbasis rasisme hingga ujaran kebencian antar umat beragama kian berkembang ditengah-tengah masyarakat. Hal ini tidak akan terjadi jika kita melakukan moderasi beragama.
Moderasi beragama menurut kementerian Agama RI adalah bagaimana cara pandangan kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang sehingga terhindar dari perilaku ekstrem. moderat beragama adalah sebuah proses yang hasil adalah sifat toleran. Moderasi beragama berarti menyeimbangkan kebaikan yang berhubungan dengan Tuhan dengan kemaslahatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Seorang yang bermoderat tidak akan memaksakan keyakinan ataupun tafsiran agamanya kepada orang lain. Bersikap adil berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya seraya melaksanakannya secara baik dan secepat mungkin. Sedangkan sikap berimbang berarti selalu berada di tengah di antara dua kutub.
Radikalisme, ekstremisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonsia saat ini. Prilaku tersebut banyak dilakukan para pemuda bahkan pelajar sekolah yang disebabkan karena informasi dari internet tanpa difilter terlebih dahulu. Pemuda dan pelajar sangat mudah terpancing emosinya. Oleh sebab itu diperlukannya Pendidikan yang mengembangkan kesadaran untuk memahami kebhinekaan sehingga para pelajar bisa menerima perbedaan termasuk didalamnya lebih bersikap moderasi beragama. Sekolah adalah tempat yang tepat untuk mengembangkan kesadaran akan kebhinekaan dan moderasi beragama.
Berdasarkan survey untuk memotret kondisi toleransi di dunia pendidikan terhadap siswa SMA di Jakarta dan Bandung oleh SETARA Institute pada tahun 2015 diperoleh data sebagai berikut : Sebanyak 64,8% siswa yang menjadi responden menyatakan bahwa guru agama di sekolah telah mengajarkan pengetahuan tentang toleransi yang cukup. Sedangkan yang menyatakan bahawa guru agama telah cukup jelas memberikan makna kebhinekaan hanya sebanya 54,4%. Sementara aspek kurikulum atau materi pengetahuan agama yang dianggap mendukung pemahaman tentang kebhinekaan hanya sebanyak 49,9%. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran toleransi dan kebhinekaan masih perlu di kembangkan lagi di sekolah.
Dalam upaya mewujudkan keharmonisan hidup berbangsa dan beragama di sekolah, maka membutuhkan pemahaman moderasi beragama dari seluruh stakeholder yang ada di sekolah. Seluruh stakeholder harus memiliki sikap beragama yang sedang atau di tengah-tengah dan tidak berlebihan. Tidak mengklaim diri atau kelompoknya yang paling benar, tidak menggunakan legitimasi teologis yang ekstrem, tidak menggunakan paksaan apalagi kekerasan, netral dan tidak berafiliasi dengan kepentingan politik atau kekuatan tertentu. Sikap moderasi tersebut perlu disosialisasikan, dididikkan, ditumbuh-kembangkan dengan suri teladan para guru. Moderasi beragama yang menghasilkan sikap toleran harus dipahami oleh seluruh guru dan siswa. Toleransi secara luas adalah sikap atau prilaku manusia yang tidak menyimpang dari norma-norma agama, hukum, budaya dimana seseorang menghargai dan menghormati setiap orang. Contoh tempat yang selalu ada toleransi adalah sekolah, Sekolah khususnya sekolah negeri memiliki heterogenitas siswa yang tinggi. Siswa akan belajar saling memahami kebhinekaan atau keberagaman. sekolah adalah tempat untuk memfasilitasi para siswa mengikuti kegiatan yang bisa mengembangkan toleransi misalnya kegiatan osis, pramuka, ekstrakulikuler, dan lain-lain.
Berdasarkan penelitian Elma Haryani yang berjudul "Pendidikan moderasi beragama untuk generasi milenia : studi kasus 'Lone wolf' pada anak di Medan" menyatakan bahwa tindakan kekerasan agama oleh anak-anak dimotivasi oleh ajaran radikalisme yang dibaca di internet. Penelitian ini merekomendasikan bahwa sudah saatnya ceramah keagamaan sepihak, pidato kebencian, terorisme melalui cyber-net perlu diintervensi oleh negara melalui regulasi dan pengawasan yang relevan. Sekolah diharapkan dapat mendidik siswa agar mem-filter informasi dari internet. Selain itu, guru dan orang tua perlu meningkatkan kewaspadaan dampak negatif teknologi dan membangun lebih banyak kebersamaan dengan mengembangkan nilai-nilai agama yang moderat di sekolah dan dalam keluarga.