Oleh : Nadrifa Adawiah
Penceramah: Ustadz Muhammad Nailul Authar As Syaukani
“BaPer (Bawa Perubahan) dengan Menjalankan Sunnah Nabi”
Apakah kita cinta dengan Nabi Muhammad SAW.? Apakah kita sudah mengenal Nabi Muhammad SAW.? Janganlah kita hanya sekedar berucap cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Namun kita tidak mengenal siapa sebenarnya sosok Nabi Muhammad SAW. Jadi kita harus mengenal dahulu sosok Nabi Muhammad SAW. Agar kita tidak menjadi seorang Muslim yang dusta hanya ‘cinta’ tapi tidak mengenal siapa Nabi Muhammad SAW.
- Nasab Nabi Muhammad SAW.
Nasab artinya pertalian kekeluargaan. Jika membahas nasab Nabi Muhammad SAW. Akan sangat panjang dan lama sekali. Namun, kali ini akan membahas nasab Nabi Muhammas SAW. Secara ringkas. Nasab ini sudah disepakati oleh para ulama-ulama Indonesia. Bahwasanya Nabi Muhammad ini keturunan dari Nabi Ismail ra. Bin Nabi Ibrahim ra. Namun, ulama banyak yang berbeda pendapat untuk menyatakaan hal tersebut. Nasab Nabi Muhammad SAW. adalah Nabi Muhammad SAW bin Abdullah bin Abdul Muthollib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilab bin Murroh bin Ka’ab bin Luayy bin Gholib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Midhor bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan. Ini merupakan Nasab yang disepakati oleh mayoritas Ulama ahli haditz juga Ahli Siroh, sedangkan nasab beliau SAW setelah ‘Adnan para ulama berbeda pendapat. Nasab dari ibunda beliau, Nabi Muhammad SAW bin Aminah binti Wahab bin ‘Abdi Manaf bin Zuhroh bin Kilab bin Murroh.
- Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Menurut Al Imam Muhammad ‘Ajjaj Al Khotib didalam kitabnya “Ushul Al Hadits ‘Ulumuh wa Mushtholahuh” (Darr el-fikr, Beirut), definisi Sunnah ialah segala sesuatu yang disandarkan kedapa Nabi SAW, baik dari perkataan, perbuatan, keputusan/persetujuan, dan sifat Nabi SAW. Yang dimaksudkan dengan perkataan di atas adalah segala perkataan yang pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW mengenai berbagai bidang kehidupan, seperti bidang hukum, akhlak, ‘aqidah dan pendidikan. Perkataan beliau yang mengandung hukum syari’at, misalnya, adalah sabda beliau yang menyebutkan “segala amal perbuatan itu tergantung pada niatnya” (innama al- a’mal bi an-niyat). Hukum yang terkandung dalam hadis ini adalah bahwa kewajiban niat dalam segala amal perbuatan untuk mendapatkan pengakuan sah dari syara’ dengan kata lain, jika amal perbuatan seseorang ingin mendapatkan pengakuan sah dari syara’, maka harus diiringi dengan niat untuk mendapatkan pengakuan tersebut.
Adapun contoh perkataan Nabi Muhammad SAW yang mengandung akhlak, misalnya, adalah:
تسالاتسون من جماعة حنا فقاد جماعة الايمان الانشاف في نفس وبدزل السلام للعالم والانفاقمن الافتقار
“tsalatsun man jama’ahunna faqad jama’ al-iman: al-inshaf fi nafsih, wa badzl as-salam li al- ‘alam, wa al-infaq min al-iftiqar” (HR. Bukhari).
Perhatikan tiga hal, dan barangsiapa sanggup menghimpunnya niscaya akan mencapai iman yang sempurna. Yaitu:
(1) jujur terhadap diri sendiri
(2) mengucapkan salam perdamaian kepada seluruh dunia
(3) mendermakan apa yang menjadi kebutuhan umum”
Hadis ini berisi suatu anjuran agar kita uamt Islam senantiasa berakhlak mulian (luhur), bersikap jujur, cinta kepada perdamaian dan bersikap dermawan.
Maksud perbuatan Nabi Muhammad SAW. adalah segala praktik dalam keseharian kehidupan beliau. Pada umumnya praktik kehidupan di sini lebih dimaksudkan sebagai penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan syari’at yang masih belum jelas cara pelaksanaannya. Contoh: Cara melaksanakan shalat yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ketetapan atau taqrir Nabi Muhammad SAW. dalam konteks ini mengandung pengertian sebagai suatu keadaan pada waktu Nabi Muhammad SAW. mendiamkan dan tidak melontarkan sanggahan terhadap kejadian/peristiwa yang terjadi di hadapannya. Secara tidak langsung, hal demikian ini berarti berliau tidak melarang dan tidak pula memerintahkannya.
Contoh: Taqrir Nabi saw terhadap perbuatan sahabat yang dilakukan di hadapan beliau sebagaimana peristiwa berikut ini. Pada suatu hari seorang sahabat bernama Khalid ibn Walid menyajikan masakan daging biawak dan mempersilahkan Nabi saw untuk menikmatinya bersama para undangan/sahabat lain. Apa jawaban beliau ketika dipersilahkan menikmati hidangan tersebut? “Tidak, karena binatang ini tidak terdapat di kampung kaumku, dan aku jijik kepadanya”. Khalid berkata, “setelah Nabi saw berkata seperti itu, aku segera memotong daging biawak tersebut dan memakannya, sedangkan Rasulullah saw hanya melihatku. (HR. Bukhari dan Muslim).
- Sifat-sifat, keadaan-keadaan dan himmah (hasrat) Rasulullah SAW.
Sifat dan keadaan beliau yang termasuk kategori hadis atau sunnah adalah:
- Sifat-sifat beliau yang dilukiskan oleh para sahabat dan ahli sejarah.
Misalnya:
“An Anas ibn Malik qala: kana Rasulullah SAW rab’atan, laysa bi-thawili wa la bil-qashiri, hasanal-jismi wa kana sya’ruhu laysa bija’din wa la sabtha, asmara launa, idza masya yatakaffa-u,”.
Artinya: “Rasulullah saw adalah sebaik-baik manusia dalam hal paras muka dan bentuk tubuhnya, beliau tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek.
(HR. Bukhari dan Muslim).
- Silsilah-silsilah, nama-nama dan tahun kelahiran yang telah ditetapkan oleh para sahabat
dan ahli sejarah.
- Himmah atau hasrat beliau yang belum sempat terealisasi.
Misalnya:
Hasrat beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 ‘Asyura seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut ini:
“Di kala Rasulullah saw berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu, para sahabat menghadap beliau dan berkata “Ya Rasulallah saw, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani; Rasulullah saw menjawab, insyaallah pada tahun yang akan datang aku akan berpuasa pada tanggal sembilannya”
(HR. Muslim dan Abu Daud).
Dan beliau tidak sempat menjalankan puasa pada tanggal 9 ‘Asyura tersebut pada tahun depan atau berikutnya, dikarenakan beliau telah wafat. Menurut Imam Syafi’i, menjalankan himmah beliau itu disunnahkan, karena termasuk salah satu bagian dari sunnah hammiyah.
Dengan memperhatikan macam-macam unsur yang tercakup di dalam pengertian hadis di atas, dan tentu saja sekaligus uraian makna masing-masing unsur itu, kemudian para ulama-ulama hadis melakukan pembagian hadis atau sunah, ditinjau dari segi bentuknya, secara berturut-turut menjadi empat macam berikut ini.
Keempat macam bentuk hadis atau sunah dimaksud adalah:
- Sunnah qauliyah
- Sunnah fi’liyah
- Sunnah taqririyah
- Sunnah hammiyah.